PRINSIP – PRINSIP KOMUNIKASI
1.
Komunikasi berlangsung dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan
Ketika berkomunikasi dengan seseorang
tidak harus selalu menggunakan unsur kesengajaan. Namun dalam komunikasi itu
sendiri terdapat tingkat kesengajaannya. Mulai dari komunikasi yang sistematis
sampai pada komunikasi yang tidak sistematis. Contoh kongkret dari komunikasi
yang disengaja adalah pidato yang disampaikan dihadapan publik, disana semua
orang akan melihat apa yang disampaikan pembicara. Hingga komunikasi yang
disampaikan benar – benar disadari dan direncanakan. Ketika pertanyaan diputar,
seperti apa contoh dari komunikasi yang tidak disengaja?.
Contoh sederhana yang dapat kami berikan
berdasarkan buku referensi adalah ketika kita melamun sementara orang lain
memperhatiakn kita. Meskipun kita bermaksud menyampaikan pesan kepada orang
lain, perilaku kita akan ditafsirkan orang lain. Kita tidak dapat mengendalikan
orang lain untuk menafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita.
Dalam
berkomunikasi kita akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi ketika situasi
khusus daripada rutin. Misalnya ketika kita sedang diuji secara lisan oleh Dosen atau ketika ketika
kita berkomunikasi dengan orang luar negri dibandingkan dengan ketika kita
besenda gurau dengan adik dirumah. Akan tetapi, komsep “ kesengajaan” ini
sebenarnya pelik juga. Misalnya ketika seorang Dosen memberikan kuliah “
Pengantar Ilmu Komunikasi” ia akan tahu dari menit ke menit apa yang
diucapkannya, intonasinya, gerak tangannya, dan mimik wajahnya yang akan
ditampilkan.
Tanpa
kita sadari dalam berkomunikasi kita menggunakan dua versi, yaitu versi verbal
dan nonverbal. Versi verbal telah dijelaskan diparagraf sebelumnya seperti
pidato atau ucapan lainnya. Namun seringkali kita melupakan bahwa kita telah
menyampaikan pesan kepada orang lain secara non verbal. Misalnya ketika seorang
mahasiswa melakukan presentasi didepan kelas atau tim dosen, tanpa disadari ia
telah bertolak pinggang dengan sebelah tangannya. Dosen bisa saja mengartikan
sikapnya sebagai suatu kegugupan atau ketidaksopanan.
Contoh
lainnya ketika seorang mahasiswi berpakaian ketat dan transparan ketika didalam
perkuliahan. Disaat mahasiswi mengumpulkan tugas kedepan dengan menggunakan
pakaian yang kurang etis dipakai didunia perkuliahan akan menjadi suatu pesan
tersendiri difikiran mahasiswa atau dosen yang melihatnya. Bisa jadi mahasiswi
tadi dikatakan sebagai wanita yang berani malu, murahan, nakal, dan penggoda.
Prilaku non verbal lainnya seperti postur tubuh yang tegap, dan cara berjalan
yang mantap ketika berjalan ke tika
menuju podium untuk berpidato, jabatan tangan yang kuat, gerakan tangan yang
bebas saat berbicara, kontak mata dan pakaian yang rapi, boleh jadi tanpa
sengaja mengkomunikasikan suatu pesan ,
misalnya rasa percaya diri. Sebaliknya orang yang berjalan menunduk dan suara
pelan, berpakaian kusut, dapat diartikan sebagai orang yang kurang percaya
diri, mesikipun belum tentu 100 % fikiran itu belum benar.
Ketika
kita ingin berpidato, bisa saja kita latihan optimal dihadapan cermoin dan
meminta pendapat teman tentang penampilann yang kita tampilkan. Namun disaat
kita sudah berada dalam podium semua itu akan menjadi hilang. Tanpa kita
sadari sikap kita menimbulkan penafsiran
bagii setiap orang. Gerakan memasukkan tangan kedalam saku, melihat ke langit –
langit atap, berulang – ulang kali mengetuk – ngetuk podium. Komunikasi telah
terjadi saat penafiran telah berlangsung.
Kadang
– kadang komunikasi yang disengaja
dibuat tampak tidak sengaja. Banyak pengacara yang menaganjurkan kliennya untuk
berpakaian tertentu dalam menghadiri ruang pengadilan. Misalnya dalam suatu
pengadilan di Amerika Serikat, Patty Hearst memakai pakain tua dan konservatif,
yang meliputi blus yang longgar dan besar, sesuai dengan perintah pengacaranya
F.Lee Bailey. Pakaian tua digunakan untuk melunakkan fakta bahwa ia orang kaya,
dan blus yang kebesaran digunakan nuntuk memberikan kesan bahwa berat badannya
melorot untuk menumbuhkan simpatis para juri.
Niat
atau kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang dalam komunikasi. Sering
terjadi kesalahpahaman antara seseorang dengan orang lain karena salah
dalam menafsirkan komunikasi. Tindakan
memperlihatkan sol sepatu di Korea, atau menyentuh wanita ndi Arab Saudi yang
diperkenalkan kepada anda yang sebenarnya tidak anda sengaja, dapat
menyampaiakn pesan negatif yang menghambat pertemuan tersebut.
2. Komunikasi Terjadi dalam Konteks Ruang dan Waktu
Komunikasi juga
dipengaruhi oleh iklim,suhu,intensitas cahaya dan sebagainya. Apabila kita
berkomunikasi dengan seseorang kita juga harus memperhatikan suasana atau keadaan,tempat,dan
waktu. Sebagai contoh yang segnifikan, ketika kita berbicara dengan seseorang misalkan saja didalam masjid kita dituntut
untuk berbicara dengan sopan, jangan tertawa terbahak-bahak, lalu memakai
pakaian yang mencolok karena masjid itu tempat untuk beribadah, jadi tidak
wajar kalau kita memakai pakaian yang dapat membuat konsentrasi orang untuk
beribadah terganggu.
Kemudian waktu, seperti contohnya suatu
pesan atau dering telepon pada tengah malam atau dini hari, akan dipresepsikan
lain apabila pada siang hari, terkecuali dalam keadaan darurat, misalnya untuk
mengabarkan orang yang sakit keras, kecelakaan, atau meninggal dunia, ataupun
upaya orang yang berniat jahat. Kunjungan seorang mahasiswa laki-laki kepada
teman kuliahnya yang perempuan pada malam minggu mempunyai arti yang berbeda
dengan keadaan dimalam biasa.
Makna
pesan juga bergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk
iklim,suhu,intensitas cahaya,dan sebagainya), waktu,sosial, dan psikologis.
Topik-topik yang lazim dipercakapan di rumah,tempat kerja, atau tempat hiburan
seperti “lelucon,” “acaratelevisi,” “mobil,” “bisnis,” atau “perdagangan”
terasa kurangsopan bila dikemukakan di masjid. Tertawa terbahak-bahak atau
memakai pakaian dengan warna menyala seperti merah, sebagai perilaku nonverbal
yang wajar dalam suatu pesta dipersepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan
dalam acara pemakaman. Seorang tamu yang diterima penghunidi halaman rumah
menunjukan tingkat penerimaan yang berbeda bila dibandingkan dengan penerimaan diteras,
di ruang tamu, ruang tengah, dan di kamar pribadi. Seorang kiai NU pernah
mengemukakan: “Bila ia kawan saya, saya akan menerimanya di dalam rumah; bila
ia orang yang belum saya kenal, saya akan menerimanya di teras, dan bila ia
“musuh” saya, saya akan menerimanya di perkarangan.”
Waktu
juga mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Dering telepon pada tengah malam
atau dini hari akan dipersepsikan lain bila dibandingkan dengan dering telepon
pada siang hari. Dering telepon pertama itu mungkin berita sangat penting
(darurat), misalnya untuk mengabarkan orang yang sakit keras, kecelakaan, atau
meninggal dunia, atau upaya orang jahat untuk mengetes apakah di rumah ada
orang atau tidak. Kunjungan seorang mahasiswa kepada teman kuliahnya yang
wanita pada malam minggu akan dimaknai lain dibandingkan dengan kedatangannya
pada malam biasa.
Kehadiran orang lain, sebagai
konteks sosial juga akan mempengaruhi orang-orang yang berkomunikasi. Misalnya,
dua orang yang diam-diam berkonflik akan merasa canggung bila tidak ada orang
sama sekali di dekat mereka. Namun hubungan mereka akan sedikit mencair bila
ada satu atau beberapa orang di antara mereka. Bahkan mereka bisa saling
menyapa lagi seolah-olah tidak ada perselisihan di antara mereka. Pengaruh
konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada suatu keluarga yang tidak pernah
tersenyum atau menyapa siapa pun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi
ramah pada hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar,
dan mempersilakan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang mereka
sediakan.
Suasana psikologis peserta
komunikasi tidak pelak mempengaruhi juga suasana komunikasi. Komentar seorang
istri mengenai kenaikan harga kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja
pemberian suaminya yang mungkin akan di tanggapi dengan kepala dingin oleh
suaminya dalam keadaan biasa atau keadaan santai, boleh jadi akan membuat sang
suami berang bila istri menyampaikan komentar tersebut saat suami baru pulang
kerja dan baru dimarahi habis-habisan oleh atasannya hari itu.
3.
Komunikasi
Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi,
mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi
juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi
tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons.
Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat.
Kita dapat memprediksi perilaku
komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya. Anda tidak dapat menyapa
orangtua Anda atau dosen Anda dengan “Kamu” atau “Elu,” kecuali bila Anda bersedia menerima risikonya, misalnya dicap
sebagai orang yang kurang ajar. Anda juga tahu apa yang harus anda katakan
(“Terima Kasih”) ketika Anda menerima hadiah dari orang lain atau ketika Anda
menyenggol seseorang tanpa sengaja (“Maaf”). Anda juga tahu aturan jam berapa
Anda harus menelepon atau bertamu kepada seseorang atau seberapa lama toleransi
keterlambatan Anda ketika Anda bertemu dengan seseorang.